Nasyid
masuk ke Nusantara bersamaan dengan kedatangan Islam ke negeri ini.
Ternyata, pada saat itu, lagu-lagu nasyid menarik hati masyarakat
Indonesia, terutama alunan lagu qasidah tawasyih, ibtihal, serta
shalawat dari nuzum syair marhaban untuk memuji dan bershalawat kepada
Nabi Muhammad SAW. Maka, masyarakat pun kemudian menjadikan nasyid
tawasyih, qasidah majrur, serta bacaan rawi barzanji dan marhaban
sebagai satu kesenian dalam hajatan perkawinan, majelis khatam Al-Quran,
khitanan, menyambut kelahiran bayi, dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, gairah musik nasyid melahirkan grup-grup domestik, seperti Qatrunnada, Senandung Nasyid, dan Snada. Syair religius yang dibawakan dengan nuansa pop kemudian membuat nasyid kian berkibar. Bahkan ada stasiun televisi swasta yang menggelar Festival Nasyid Indonesia dan Festival NTQ (Nasyid, Tausyiah, dan Qiroah).
Nasyid di Indonesia berkembang sejak 1993, dengan hadirnya Snada dari Universitas Indonesia. Album pertamanya meluncur pada 1994, sebagai album perkenalan. Setahun kemudian, album kedua lahir, dengan tema perjuangan rakyat Bosnia. Kelompok yang mendapatkan nama dari KH Toto Tasmara ini menjadi ikon nasyid Indonesia. Kemudian muncul Izzatul Islam pada 1994, dengan lagu-lagu bernapaskan perjuangan.
Izzatul Islam (Izis) dibentuk aktivis dakwah kampus dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Di sela-sela kuliah, mereka aktif berlatih di musala kampus bernama Musala Izzatul Islam. Izis sudah lama dibentuk sebelum album pertamanya, “Seruan”, dirilis. Mereka pun eksis sejak 1992.
Kelompok musik lainnya yang meramaikan dunia musik nasyid adalah Qatrunada. Grup nasyid asal Jakarta ini berdiri pada 1998. Grup ini telah melakukan pentas di berbagai negara, seperti Malaysia, Thailand, Australia, Yordania, Prancis, dan Jerman. Tatkala mengunjungi sebuah negara, Qotrunada selalu memperkenalkan musik nasyid kepada muslim setempat. Raihan juga mencetak prestasi fantastis. Album “Demi Masa” mencatat penjualan hingga 200.000 kopi.
Jika ditelusuri perkembangannya, seni musik nasyid masa kini memang menghadapi persaingan yang sangat ketat di belantara industri musik Tanah Air yang kian glamor. Kenyataan ini menuntut seniman nasyid untuk terus berupaya berinovasi dan berkreasi tanpa mengabaikan tuntunan yang digariskan oleh syara’. Ilham Hanafie
Selanjutnya, gairah musik nasyid melahirkan grup-grup domestik, seperti Qatrunnada, Senandung Nasyid, dan Snada. Syair religius yang dibawakan dengan nuansa pop kemudian membuat nasyid kian berkibar. Bahkan ada stasiun televisi swasta yang menggelar Festival Nasyid Indonesia dan Festival NTQ (Nasyid, Tausyiah, dan Qiroah).
Nasyid di Indonesia berkembang sejak 1993, dengan hadirnya Snada dari Universitas Indonesia. Album pertamanya meluncur pada 1994, sebagai album perkenalan. Setahun kemudian, album kedua lahir, dengan tema perjuangan rakyat Bosnia. Kelompok yang mendapatkan nama dari KH Toto Tasmara ini menjadi ikon nasyid Indonesia. Kemudian muncul Izzatul Islam pada 1994, dengan lagu-lagu bernapaskan perjuangan.
Izzatul Islam (Izis) dibentuk aktivis dakwah kampus dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Di sela-sela kuliah, mereka aktif berlatih di musala kampus bernama Musala Izzatul Islam. Izis sudah lama dibentuk sebelum album pertamanya, “Seruan”, dirilis. Mereka pun eksis sejak 1992.
Kelompok musik lainnya yang meramaikan dunia musik nasyid adalah Qatrunada. Grup nasyid asal Jakarta ini berdiri pada 1998. Grup ini telah melakukan pentas di berbagai negara, seperti Malaysia, Thailand, Australia, Yordania, Prancis, dan Jerman. Tatkala mengunjungi sebuah negara, Qotrunada selalu memperkenalkan musik nasyid kepada muslim setempat. Raihan juga mencetak prestasi fantastis. Album “Demi Masa” mencatat penjualan hingga 200.000 kopi.
Bahkan di Malaysia, tempat asal Raihan, dia mengungguli kelompok musik populer dengan penjualan 900.000 kopi. Kesuksesan nasyid yang membawakan musik religius ini membuat banyak grup band ternama kepincut mengeluarkan tembang religi.Misalnya grup band Ungu yang album religi perdananya meraup penjualan lebih dari 900.000 kopi. Gigi yang beraliran pop rock pun menerobos jalur musik pop religi. Selain itu, muncul pula bintang-bintang baru, seperti Opick dengan single Tombo Ati pada 2006, setelah sebelumnya, pada 1999, Hadad Alwi bersama Sulis sukses dengan album “Cinta Rasul”-nya. Pada 2010, Hadad Alwi kembali menuai sukses dengan album terbarunya, “Muhammad Nabiku”.
Jika ditelusuri perkembangannya, seni musik nasyid masa kini memang menghadapi persaingan yang sangat ketat di belantara industri musik Tanah Air yang kian glamor. Kenyataan ini menuntut seniman nasyid untuk terus berupaya berinovasi dan berkreasi tanpa mengabaikan tuntunan yang digariskan oleh syara’. Ilham Hanafie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar