Pentingnya pendidikan musik
Menurut Florida Music Educators Association, “Musik dan seni rupa telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan di setiap budaya selama lebih dari 3.000 tahun. Otak manusia telah diperlihatkan sangat terikat dengan musik; ada dasar biologi bahwa musik merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Musik dan seni mengitari kehidupan sehari-hari dalam budaya masa kini. Kebanyakan seniman, arsitek, dan musisi zaman sekarang memperoleh ketertarikan mereka selama sekolah melalui kelas seni rupa. Pendidikan tanpa seni rupa sangat miskin secara mendasar dan lantas mendorong terciptanya masyarakat yang miskin." [33]William Earhart, mantan presiden Music Educators National Conference, mengatakan, "Musik memperbaiki pengetahuan di bidang matematika, sains, geografi, sejarah, bahasa asing, olahraga, dan pelatihan vokasional."[34] Musik tidak hanya menginspirasi kreativitas dan kinerja, tetapi kinerja akademik secara keseluruhan terpengaruh secara serius. Sebuah studi yang dilakukan Harris Poll menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang dengan gelar pascasarjana pernah mengikuti pendidikan musik. Studi National Report of SAT menunjukkan bahwa pelajar dengan pengalaman pementasan musik mendapat skor tinggi pada ujian SAT: 57 poin lebih tinggi di verbal dan 41 poin lebih tinggi di matematika.[35] Sekoalh-sekolah yang mempunyai kinerja akademik tinggi di Amerika Serikat menghabiskan 20 sampai 30% anggaran mereka untuk seni dengan penekanan pada pendidikan musik.[36]
Pendidikan musik juga meningkatkan kesuksesan seseorang dalam masyarakat. Dalam setiap budaya manusia, musik dibawa-bawa karena ide dan cita-citanya. Nilai musik membentuk kemampuan seseorang dan karakternya mulai berkembang. Texas Commission on Drugs and Alcohol Abuse Report mencatat bahwa pelajar yang berpartisipasi dalam band atau orkestra mengalami masa hidup yang lebih pendek dan sering memakai zat-zat berbahaya, termasuk alkohol, tembakau, dan obat-obatan.[37]
Pendidikan musik juga meningkatkan aktivitas otak secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan di Universitas Wisconsin menemukan bahwa pelajar yang punya pengalaman bermain piano atau kibor 34% lebih baik dalam mengerjakan tes yang mengukur aktivitas lobus spasial-temporal, yaitu bagian otak yang dipakai saat mengerjakan matematika, sains, dan teknik.[38]
Musik juga memperbaiki cara belajar. Lebih spesifik lagi, musik membantu pengingatan kembali teks. Wallace (1994) mempelajari pengubahan teks menjadi melodi. Satu eksperimen menghasilkan lagu tiga bait dengan melodi non-repetitif; setiap bait memiliki musik yang berbeda. Eksperimen kedua menghasilkan lagu tiga bait dengan melodi repetitif; setiap bait memiliki musik yang sama. Eksperimen lain mempelajari pengingatan kembali teks tanpa musik. Musik repetitif menghasilkan pengingatan kembali teks dalam jumlah tinggi, dan dari situ diambil kesimpulan bahwa musik berperan sebagai alat mnemonik.[39] Smith (1985) mempelajari musik latar dengan daftar kata. Sebuah eksperimen melibatkan pengingatan daftar kata dengan musik latar. Para peserta mengingat kata-kata tersebut 48 jam kemudian. Eksperimen lain melibatkan pengingatan daftar kata tanpa musik latar. Para pesertanya juga mengingat kata-kata tersebut 48 jam kemudian. Peserta yang mengingat daftar kata dengan musik latar mengingat kembali lebih banyak kata sehingga diambil kesimpulan bahwa musik memberikan acuan kontekstual.[40]
Perlu diketahui bahwa, "Meski banyak studi memperlihatkan pengaruh positif di bidang akademik lain, musik dan seni rupa adalah disiplin akademik yang, seperti akademik lainnya, merupakan cara independen untuk belajar dan mengetahui." [33] Sayangnya, musik di sekolah-sekolah dihapus akibat pemotongan anggaran sekolah. Asisten Superintenden Kurikulum dan Instruksi untuk Chesapeake Public Schools di Chesapeake, Virginia,[41] Dr. Patricia Powers menyatakan, "Tidak biasanya melihat pemotongan program di bidang musik dan seni ketika ekonomi membaik. Justru sayang sekali kehilangan dukungan di bidang-bidang ini, terutama sejak program musik dan seni banyak berkontribusi positif terhadap masyarakat." Apa yang tidak diketahui dewan sekolah adalah menghapus pelajaran musik dapat menjatuhkan skor ujian karena dampak positifnya terhadap segala hal, mulai dari akademik sampai kewarganegaraan, bahkan kebersihan pribadi.[34]
Musik menjadikan siswa lebih sukses di sekolah. Kemampuan yang dipelajari melalui disiplin musik, transfer ke kemampuan belajar, kemampuan komunikasi, dan kemampuan kognitif bermanfaat di setiap bagian kurikulum sekolah. Partisipasi dalam ansambel juga menjadikan siswa lebih sukses. Hal ini membantu siswa belajar bekerja lebih efektif di lingkungan sekolah dan mengurangi tindakan kekerasan dan perilaku tidak pantas lainnya.
Musik juga membantu pelajar yang mengalami pertumbuhan kecerdasan. Studi lain juga menemukan bahwa kecerdasan anak meningkat akibat pendidikan musik. Hal yang baru adalah gabungan studi perilaku yang ketat dan riset saraf baru menunjukkan bagaimana studi musik dapat berkontribusi aktif terhadap perkembangan otak. Para peneliti di Universitas Montreal memakai berbagai teknik pencitraan otak untuk menyelidiki aktivitas otak selama melakukan hal-hal berbau musik dan menemukan bahwa membaca skor musik dan bermain musik mengaktifkan wilayah-wilayah di keempat lobus korteks; dan bagian-bagian serebelum juga menjadi aktif saat kegiatan itu dilakukan.
Studi lain menemukan bahwa musik membantu penalaran. Musik membuat siswa sebagai pelajar dan pemikir yang lebih baik.
Advokasi musik
Di sejumlah komunitas, dan bahkan seluruh sistem pendidikan nasional, musik mendapatkan sedikit dukungan sebagai suatu pelajaran akademik, dan guru musik merasa bahwa mereak harus aktif mencari dukungan publik untuk pendidikan musik sebagai pelajaran yang sah. Persepsi perlunya mengubah opini publik ini berujung pada pengembangan berbagai pendekatan yang umumnya disebut "advokasi musik". Advokasi musik muncul dalam berbagai bentuk, beberapa di antaranya didasarkan pada argumen sarjana dan temuan ilmiah yang sah, sementara contoh lainnya bergantung pada data yang tidak meyakinkan dan masih kontroversial.Di antara proyek-proyek advokasi musik terkenal yang baru yang telah menjadi subjek kontroversi adalah "Efek Mozart" (yang sekarang diyakini merupakan teori yang didasarkan pada salah penafsiran dan pembesar-besaran), National Anthem Project, dan gerakan Cultural Diversity in Music Education yang berusaha mencari arti pedagogi setara di antara para pelajar tanpa memandang ras, etnis, atau masalah sosioekonomi. Meski "Efek Mozart" tergolong kontroversi, teori ini memiliki kebenaran dalam membuktikan bahwa teori tersebut dapat diandalkan. Pengujiannya melibatkan dua kelompok, satu kelompok sudah diajari musik dan satu lagi tidak. Ketika tes ini dilakukan pada anak-anak berusia tiga tahun, uji temporal mereka 35% lebih baik daripada mereka yang tidak diajari musik; tes ini berlangsung selama beberapa hari. Satu-satunya celah dalam tes ini adalah kelompok usia yang berbeda. Semakin tua usianya, semakin sedikit efeknya.[42]
Banyak sarjana musik kontemporer menekankan bahwa advokasi musik hanya bisa benar-benar efektif jika didasarkan pada argumen bunyi empiris yang memasuki motivasi politik dan agenda pribadi. Posisi mengenai advokasi musik ini diusung khusus oleh para filsuf pendidikan musik (seperti Bennett Reimer, Estelle Jorgensen, David J. Elliott, John Paynter dan Keith Swanwick,), meski masih ada celah antara diskursus filsafat pendidikan musik dan praktik aktual oleh guru-guru musik dan eksekutif organisasi musik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar